Perluadanya upaya untuk memanfaatkan lahan tertinggal tersebut, agar dapat digunakan untuk lahan pertanian Kecamatan Bungus Teluk Kabung memilikilima kelurahan yang terletak di daerah pantai, dengan kondisi kemiringan tanah rata-rata landai (kurang dari 15 derajat) dan tidak melebihi 17 meter di atas permukaan laut.
MemanfaatkanLahan Kosong Untuk Bisnis - Tempat Parkir. Bisnis kedua yang bisa anda bangun di lahan kosong adalah tempat parkir. Jika lahan kosong anda terletak di daerah pinggir kota, pusat kota atau dekat dengan terminal, stasiun dan tempat-tempat publik lain di mana banyak orang biasanya akan menitipkan sepeda.
3 Menanam tanaman yang cocok pada lahan kering seperti jagung, kacang tanah, kacang kedelai, tembakau dan buncis. Dari ketiga solusi diatas, pemanfaatan lahan kering bisa menjadi salah satu solusi efektif. Bahkan di sebagaian Jawa Tengah, sebagaian Jawa Timur,NTB & NTT menggunakan sistem pertanian tadah hujan yaitu hanya mengandalkan pengairan
Baiklah lalu bagaimana caranya memanfaatkan lahan atau bangunan tersebut agar bisa di fungsikan secara maksimal, bisa jadi aturannya sudah ada tapi terselip dibalik lacinya para pejabat yang terkait dengan keadaan itu, atau bisa juga tidak terpikir saking sibuknya mencari "celah-celah" yang menguntungkan dirinya, atau memang sengaja diterlantarkan atau mungkin juga sengaja disembunyikan.
Vay Nhanh Fast Money. Lahan pesisir sesuai dengan ciricirinya adalah sebagai tanah pasiran, dimana dapatdikategorikan tanah regosal. Menurut Darmawijaya 1992, tanah regosal di sepanjang pantai di beberapa tempat, diantaranya Cilacap, Parangtritis, adalah berupa bukit – bukit pasir terbentuk dari pasir–pasir pantai berasal dari abu vulkanik oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan akumulasi. Figures - uploaded by Amar Ma'rufAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Amar Ma'rufContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 Review KARAKTERISTIK LAHAN PESISIR DAN PENGELOLAANNYA UNTUK PERTANIAN Oleh Amar Ma’ruf Universitas Asahan KARAKTERISTIK LAHAN PESISIR Lahan pesisir sesuai dengan ciricirinya adalah sebagai tanah pasiran, dimana dapat dikategorikan tanah regosal. Menurut Darmawijaya 1992, tanah regosal di sepanjang pantai di beberapa tempat, diantaranya Cilacap, Parangtritis, adalah berupa bukit – bukit pasir terbentuk dari pasir – pasir pantai berasal dari abu vulkanik oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan akumulasi. Tanah ini mempunyai ciri – ciri diantaranya - bertekstur kasar - mudah diolah - gaya menahan air rendah - permeabilitas baik - makin tua teksturnya makin halus dan permeabilitas makin kurang baik Selanjutnya, menurut Sukresno 2000, tanah wilayah pantai berpasir - Tanah wilayah pantai berpasir bertekstur kasar, lepas-lepas dan terbuka menjadi sangat peka terhadap erosi angin. - Hasil erosi angin berupa pengendapan material pasir menganggu dan menutup wilayah budidaya dan pemukiman. - Butiran material pasir beragam yang terangkut oleh proses erosi pasir menyebabkan kerusakan tanaman budidaya serta mempercepat korosi barang-barang logam. Tanah regosal umumnya mempunyai susunan hara tanaman cukup P dan K yang masih segar dan belum siap diserap oleh akar tanaman, serta kekurangan unsur N. Hasil penelitian Sutikno 1998 sifat fisik tanah pasiran di Samas Yogyakarta, yaitu bertekstur pasir, struktur lepas, kandungan bahan organik rendah dan pH 5,5 – 6,5 ukuran butiran rentan terhadap erosi. Hasil penelitian sifat fisik dan kimia tanah lahan pasiran di daerah Karangwuni, Wates, Kulon Progo dapat diutarakan sebagai berikut2 kelas tekstur pasir, berat volume 1,46 – 1,50, parositas 44,03 – 44,91 %, permeabilitas sangat cepat, bahan organik 1,34 – 1,37 %, N total 0,07 – 0,11 %, P tersedia 42,65 – 50,32 ppm, K tersedia 0,19 – 0, 23 me/100 gram dan pH 5,91 – 6,13. Dengan demikian tanah lahan pesisir mempunyai sifat kemarginalan terhadap tekstur tanah, kemampuan menahan air, kandungan kimia dan bahan organik tanah. Namun di lahan kawasan pesisir selatan Yogyakarta menampilkan ketersedian air tanah yang cukup memadai, sehingga kedalaman air sumur mencapai tujuh meter dari permukaan tanah. Hal ini merupakan nilai tambah kondisi kawasan lahan berpasir. Disamping sistem tanah lahan kawasan pesisir yang mempunyai sifat marginal dan nilai tambah yang rendah, dan juga dari sistem atmosfernya. Di lahan pesisir mempunyai ciri 2 kecepatan angin yang cukup tinggi sehingga dapat dimanfaatkan tenaganya sebagai tenaga mekanis untuk menaikkan air sumur melalui kincir angin. Kandungan material udara banyak mengandung material pasir dan bahan kimia dari laut yang kurang menguntungkan bagi kehidupan tanaman. PENGELOLAAN LAHAN Beberapa bentuk perbaikan lahan kawasan pesisir 1. Teknologi perbaikan sifat fisik – kimia dan organisme tanah. Tujuan perbaikan ini adalah agar tanah pasiran dapat. a. Terbentuk agregat, tidak lepas-lepas, mampu menahan air baik yang hilang berupa perlokasi atau evaporasi. b. Mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman c. Terwujudnya kekayaan mikro tanah yang dapat membantu kesuburan kimiawi dan fisika tanah. 2. Teknologi peningkatan hubungan tanah dan atmosfir Budidaya tanaman pada umumnya diharapkan hasilnya berupa daun, biji, batang, bunga, kulit dan umbi. Masing-masing produk akan sangat tergantung fotosintesis yang memberi energi utama adalah energi matahari dari 0,4 µ - 0,7 µ. Masing-masing gelombang elektromagnetik akan sangat berpengaruh terhadap hasil fotosintesa. Maka diperlukan teknologi yang mampu menghasilkan produksi biomas seperti yang diharapkan. Kawasan pesisir bercirikan kecepatan angin yang cukup cepat, maka perlu teknologi pengendali energi angin dan pemanfaatan energi angin. Udara di lahan pantai mengandung anasir yang merugikan kehidupan tanaman maka diperlukan teknologi yang mampu mengurangi kerusakan tanaman akibat bencana angin dan udara. Dengan kata lain perlu Teknologi Atmosfiriq tanaman yang mendatangkan hasil guna dari ekosistem pertanian. Untuk mengantisipasi permasalahan dilahan pasir tersebut diperlukanupaya perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Perbaikan yang dapat dilakukan antara lain 1. Penggunaan Mulsa Penggunaan mulsa pada permukaan tanah bertujuan untuk mengurangi kehilangan air dari tanah. Mulsa permukaan tanah dapat menggunakan lembaran plastik, jerami padi atau sisa-sisa tanaman lainnya. Pemasangan mulsa plastik di lahan pasir pantai berbeda dari pemasangan mulsa di lahan sawah. Pemasangan mulsa di lahan pasir dengan bentuk cekung ditengah. Bentuk cekung bertujuan agar air hujan atau penyiraman masuk ke dalam tanah. Penggunaan mulsa ini sangat penting dilahan pantai karena dapat menghemat lengas tanah sehngga kebutuhan lengas untuk tanaman terutama pada musim kemarau diharapkan dapat tercukupi. Dari hasil penelitian pemberian mulsa glerecidea dan jerami padi sebanyak 20-30 ton dapat meningkatkan hasil pada tanaman jagung di lahan pantai, selain itu pemberian mulsa berupa pangkasan tanaman ternyata juga lebih efektif sebagai mulsa dibadingkan dengan pemerian pupuk hijau Putri, 2011. 3 Gambar 1. Penggunaan Mulsa di Lahan Pasir Pantai Pengaruh mulsa organik terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas kacang hijau Vigna radiata l. Wilczek di lahan pasir pantai bugel, kulon progo. Varietas Vima-1 dan Murai memiliki respons yang lebih baik dibanding varietas Lokal Wonosari pada penanaman di lahan pasir. Kacang hijau Vima-1 dan Murai mampu merespon penggunaan mulsa organik di lahan pasir pantai, dengan selisih hasil masing-masing 0,51 ton/ha dan 0,45 ton/ha dibanding tanpa mulsa. Kacang hijau Lokal Wonosari kurang merespon penggunaan mulsa organik, dengan selisih hasil sebesar 0,12 ton/ha dibanding tanpa mulsa. 2. Pemberian bahan organik Bahan organik yang dapat diberikan di lahan pasir pantai dapat berupa pupuk kandang sapi, kambing/domba dan unggas, kompos, pupuk hijau, dan blotong. Pemberin bahan organik dapat dilakukan dengan cara mencampur bahan organik ke dalam tanah atau pemberian baan organik di permukaan tanah di sekitar tanaman. Bahan organik dapat diberikan ke lahan dalam kondisi sudah matang atau mentah. Pemberian bahan organik dalam kondisi mentah bertujuan untuk mengurangi pelindian, sehingga dekomposisi bahan organik mentah akan terjadi sinkronisasi pelepasan hara dengan kebutuhan hara bagi tanaman. Kebutuhan bahan organik pada lahan pasiran lebih banyak dari lahan konvensional yaitu sekitar 15 – 20 ton. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton dapat menekan penggunaan NPK menjadi 200 kg/ ha Putri, 2011. 4 3. Penggunaan bahan-bahan halus Penggunaan bahan halus di lahan pasir pantai dapat memanfaatkan tanah lempung, abu vulkan, endapan saluran sungai, kolam waduk. Penggunaan bahan halus bertujuan untuk meningkatkan jumlah koloid dalam tanah, khususnya penambahan fraksi lempung. Peningkatan jumlah bahan halus dalam tanah akan bermanfaat terhadap peningkatan hara dan air. Gambar 2. Pemberian lumpur di lahan pasir pantai 4. Penggunaan Lapisan Kedap Penggunaan lapisan kedap bertujuan untuk menghalagi infiltrasi air, sehingga air lebih lama tertahan dalam tanah pasir pantai. Laspisan kedap dapat memanfaatkan lembaran plastic, aspal, bitumen, lempung, pemampatan, semen. Lapisan kedap dibuat dengan cara menggali tanah terlebih dahulu kemudian lapisan dihamparkan, selanjutnya diatas lapisan kedapt diberi tanah. 5. Penggunaan Pemecah Angin Penggunaan pemecah angina bertujuan untuk mengurangi kecepatan angin dalam pertanaman lahan pasir. Pemecah angina dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu pemecah angin sementara dan permanent. Pemecah angin sementara dapat memanfaatkan anyaman daun tebu atau kelapa, kasa nilon dan lembaran plastic. Sedangkan pemecah angin permanent dapat memanfaatkan tanaman yang berupa tumbuhan tahunan yang umurnya panjang dan dapat diatur pertumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat digunakan, misalnya kelapa, Accasia, Glerecidae, sengon, lamtoro, bunga turi, cemara laut dan pandan. Bangunan sementara dapat dibuat dari anyaman bambu, daun tebu, atau daun kelapa. Sementara itu, pematah angin yang bersifat tetap berasal dari tumbuhan tahunan yang umurnya panjang dan dapat diatur pertumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat digunakan, misalnya kelapa, Accasia, Glerecidae, sengon, lamtoro, bunga turi dan lain-lain. 6. Penggunaan Pembenah Tanah Bahan pembenah tanah alami adalah emulsi aspal, lateks, skim lateks, kapur pertanian, batuan fosfat alam, blotong, dan zeolit Dariah, 2007, tanah lempung Grumusol dan Latosol Kertonegoro, 2000, lumpur sungai dan limbah karbit Rajiman, 2010. Tujuan penggunaan bahan pembenah tanah adalah a. Memperbaiki agregat tanah, b. Meningkatkan kapasitas tanah menahan air water holding capacity, c. Meningkatkan kapasitas pertukaran 5 kation KPK tanah dan d. Memperbaiki ketersediaan unsur hara tertentu. Pemanfaatan pembenah tanah harus memprioritaskan pada bahan-bahan yang murah, bersifat insitu, dan terbarukan. Pada kesempatan ini, pembenah tanah yang akan dibicarakan banyak menyangkut bahan alami. Pembenah tanah secara alami dapat diambil dari lingkungan sekitar lahan atau dari daerah lain. Pembenah tanah yang biasa digunakan di lahan pasir pantai berupa bahan berlempung dan atau bahan organik. 7. Penggunaan sistem lorong Alternatif lain dalam teknologi budidaya yang dapat diterapkan untuk lahan pantai adalah sistem penanaman lorong alley cropping. Sistem penanaman lorong merupakan sistem penanaman dengan menanam pohon-pohon kecil dan semak dalam jalur-jalur yang agak lebar dan penanaman tanaman semusim di antara jalur-jalur tersebut sehingga membentuk lorong-lorong. Tanaman lorong biasanya merupakan tanaman pupuk hijau atau legume tree. Di lahan pantai, budidaya lorong diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti intensitas matahari, erosi permukaan oleh angin, dan laju evapotranspirasi. Selain itu, dapat juga berfungsi sebagai pematah angin sehingga mereduksi kecepatannya. 8. Hidrologi dan Irigasi Ketersediaan air irigasi di lahan pantai yang terbatas mengakibatkan perlunya upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam penggunaan air irigasi. Irigasi dilahan pantai selama ini dilakukan dengan cara penyiraman dan penggunaan sumur renteng . Sedangkan untuk mengurangi kehilangan air siraman dan mempertahankan lengas, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan lembaran plastik yang ditanam pada jeluk 30 cm. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan suatu lapisan kedap guna mencegah atau menghambat agar air irigasi yang diberikan dapat ditahan oleh lapisan tersebut sehingga efisiensi pemanfaatan air oleh tanaman dapat ditingkatkan. Dalam pengelolaan lahan pantai selain harus menggunakan berbagai teknologi untuk memanipulasi lahan, kita juga harus memperhatikan pula kelestarian lingkungan di lahan pantai, hal ini dilakukan terutama terhadap sumber daya air tawar yang sangat penting bagi pertanian lahan pantai. Jangan sampai menggunakan air tanah secara berlebihan karena dapat menyebabkan intrusi air laut ke daratan, untuk itu manajemen untuk mempertahankan kelengasan sangat penting terutama dalah hal untuk mengawetkan keberadaan sumber air tawar di pantai. Selain itu dalam pelaksanaan pertanian lahan pantai harus pula memperhatikan kehidupan sosial para warganya, jangan sampai cara-cara budidaya yang ada bertentangan dengan adat istiadat warga sekitarnya Putri, 2011. 6 Gambar 3. Penggunaan sumur renteng untuk irigasi Gambar 4. Penggunaan pompa air dan selang untuk pemenuhan air. BEBERAPA KOMODITAS PADA LAHAN PASIR PANTAI Buah naga 1. Pemanfaatan Lahan Pasir Pantai Untuk Budidaya Buah Naga Misal pada penelitian di pantai selatan. Lahan pasir pantai selatan mengandung pasir >95%, mempunyai struktur kasar, konsistensi lepas, kurang baik menahan air, permeabilitas dan drainase sangat cepat miskin kandungan hara. Oleh karena itu, penanaman buah naga di lahan pasir pantai harus ditambah tanah lempung dan pupuk kandang dengan perbandingan 11. 2. Cara Membudidayakan Buah Naga di Lahan Pasir Pantai Kriteria bibit yang baik harus berwarna hijau kebiruan atau hijau gelap, penampilan fisik kekar dan keras, serta tampak tua. Ukuran batang 50-80 cm dengan diameter batang 8 cm. Penanaman tiap-tiap beton sebanyak 4 bibit. Pemeliharaan setelah seminggu penanaman yaitu tanaman yang mati, busuk pada pangkal batang, tidak tumbuh atau kerusakan fisik lainnya harus segera diganti dengan setek yang baru. Pemangkasan tanaman bertujuan untuk memperoleh keseimbangan pertumbuhan dan dilakukan sedini mungkin supaya tanaman menjadi lebih teratur. Pengairan buah naga di lahan pasir pantai jangan terlalu kering harus 7 segera disiram dan penyiraman jangan terlalu banyak karena kalau terendam akan terserang busuk batang. Pemupukan buah naga perlu dilakukan sebagai penyimpan air, menjaga kelembaban tanah, penghemat air penyiraman. Komposisi pupuk yang digunakan dalam budidaya buah naga adalah pupuk organik dan anorganik. Buah naga yang siap panen umunya merupakan buah yang sudah tua, kulit berwarna merah tua mengkilap. Pasca panen batang bekas buah dipotong untuk merangsang pertumbuhan tunas baru. Pemasaran buah naga untuk saat ini di pasarkan oleh petani langsung ke swalayan dan toko buah-buahan segar atau pedagang langsung menemui petani. Manfaat budidaya buah naga bisa dijadikan sebagai tanaman obat, menambah pendapatan petani, pemasukan devisa daerah dan sebagai wisata pertanian agrowisata. Bawang merah di Pantai Samas, Yogyakarta Sistem penanaman menggunakan sistem bedengan. Ukuran bedengan 1 meter x 6 meter dengan tinggi 30 cm. Pertama diawali dengan olah tanah menggunakan cangkul kemudian tanah diratakan menggunakan alat serok. Setelah rata, permukaan tanah ditaburi oleh pupuk organik sebanyak 5 kg per bedeng dan tanah siap ditanami bawang. Jarak tanam benih 20-25 cm dengan cara dilubangi terlebih dahulu menggunakan jari, lalu benih bawang merah dimasukkan ke dalam lubang dengan posisi akar di bawah. Tanpa menutup lubangnya, bedengan yang sudah ditanami bawang merah langsung disiram atau dilembabkan. Sistem pengairannya pun ada dua, yaitu dengan penyiraman langsung, dan menggunakan sistem aliran diantara tiap-tiap bedengan. Biasanya, petani juga menanam timun atau tanaman-tanaman lain secara bersamaan di sela-sela tanaman bawang merah tersebut tumpang sari. Pembuatan pupuk organik yang digunakan cukup mudah. Pertama, pembuatan mikroba yang terdiri dari lemen 1 ekor sapi, tetes tebu 5 liter, kapur 5 sdm, terasi 200 gr, ragi 200 gr dan kemudian disimpan di tong tertutup selama 20 hari. Setelah mikroba jadi, kotoran sapi, sekam, dan kapur dengan perbandingan komposisi 602020 dicampur dengan mikroba kemudian ditutup selama 15 hari. Nantinya, pupuk organik ini akan memicu gulma untuk tumbuh. Namun, gulma yang tumbuh tidak terlalu banyak sehingga tidak dilakukan perlakuan khusus untuk mengendalikan gulma tersebut. Budidaya sayuran Sayuran daun bagian yang dipanen merupakan bagian vegetative. Nutrisi utama sayuran daun adalah nitrogen, dapat disuplai melalui pemberian pupuk urea. Perlu dilakukan penelitian mengenai dosis dan frekuensi pemupukan N yang tepat, untuk meningkatkan efisiensi pemupukan. Harus diperhatikan dalam pemupukan N. Tanaman Kelebihan N, daun berwarna hijau tua gelap, penampilan kurang menarik, mudah rusak kualitas cepat menurun, nilai jual rendah. Tanaman kekurangan N, daun kekuningan, kandungan gizi rendah, penampilan kurang menarik, nilai jual rendah. Efisiensi pemupukan rendah banyak nutrisi yang terbuang. Penelitian yang telah Dilakukan, Takaran Urea 40 kg/ha U4, 80 kg/ha U8, 120 kg/ha U12, dan 160 kg/ha U16. Frekuensi pemupukan urea 100% saat tanam F1, 50% saat tanam+50% 14 hst F2, 1/3 saat tanam+1/3 11hst+1/3 21hst F3, ¼ saat tanam+1/4 7hst+1/4 14hst+1/4 21hst F4. Takaran sebesar 120 kg/ha dan 160 kg/ha memberikan nilai tertinggi pada semua variabel yang diamati. Frekuensi pemupukan urea 3 dan 4 kali selama satu siklus hidup tanaman sayuran daun memberikan nilai tertinggi pada 8 semua variabel yang diamati. sumber Eka Tarwaca Susila. P. Pengembangan centra produksi sayuran dan buah di lahan pantai melalui hidroponik PUSTAKA Putri, Fiadini. 2011. Bertani di Lahan Pasir Pantai. BBPP Lembang. Anonim., 2002 Aplikasi Unit Percontohan Agribisnis Terpadu di Lahan Pasirpinsi daerah istimewa Yogyakarta. Pantai. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi DIY dengan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. 118h. Al-Omran, Falatah, Sheta and 2004. Clay Deposits for Water Management of Sandy Soils. Arid Land Research and Management 1 171-183. Bulmer, and D. G. Simpson. 2005. Soil Compaction and Water Content as Factors Affecting the Growth of Lodgapole Pine Seedling on Sandy Clay Loam Soil. Can J. Soil Sci. 85 667-679. Dariah A. 2007. Bahan Pembenah Tanah Prospek dan Kendala Pemanfaatannya. Sinar Tani edisi 16 Mei Kertonegoro, B. D. 2001. Gumuk Pasir Pantai Di Yogyakarta Potensi dan Pemanfaatannya untuk Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Universitas Wangsa Manggala pada tanggal 02 Oktober 2001. h46-54. Ma’ruf, A. 2017. Agropastura Dan Pelestarian Kearifan Lokal Untuk Keberlanjutan Pertanian Di Asahan. Bernas Ma’ruf, A. Sinaga, A. 2016. Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Beberapa Tanaman C3 Di Indonesia. Bernas Ma’ruf, A. Putra, Waluyo, S. 2016. Pengaruh Pyraclostrobin Terhadap Aktivitas Fisiologis, Produktivitas, Dan Kualitas Pucuk Teh Assamica camellia Sinensis Var. Assamica mast. Kitamura Pada Musim Kemarau. Universitas Gadjah Mada Ma’ruf, A. Mardu, R. Andayani, N. 2014. Respon Bibit Mucuna bracteata Terhadap Intensitas Sinar Matahari. Institut Pertanian Stiper Yogyakarta Ma’ruf, A. Zulia, C. Safruddin. 2017. Rice Estate Development As State Owned Enterprises SOEs To Self Supporting For Food. European Academic Research Ma’ruf, A. 2016. Respon Beberapa Kultivar Tanaman Pangan Terhadap Salinitas. Bernas Ma’ruf, A. Zulia, C. Safruddin. 2017. Legume Cover Crop di Perkebunan Kelapa Sawit. Forum Pertanian Asahan Ma'ruf, A. 2017. AGROSILVOPASTURA SEBAGAI SISTEM PERTANIAN TERENCANA MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN. Bernas, 131, 81-90. Ma’ruf, Amar., Putra, E. T. S., & Waluyo, S. EFFECT OF PYRACLOSTROBIN CONCENTRATION ON QUALITY SHOOTS OF ASSAMICA TEA. Ma’ruf, A. Penggunaan Legume Cover Crop LCC di Perkebunan Kelapa Sawit. Sinaga, A. Ma’ruf, A. 2016. Tanggapan Hasil Pertumbuhan Tanaman Jagung Akibat Pemberian Pupuk Urea, SP-36, dan KCl. Bernas 9 Oliver, and 2002. Predicting Water Balance in a Sandy Soil Model Sensitivity to the Variability of Measured Saturated and Near Saturated Hydraulic Properties. Australian of Soil Research 43 1 87-96. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1994. Survei Tanah Detail di Sebagian Wilayah Yogyakarta skala 1 Proyek LREP II Part C. Puslittanak. Bogor. Rajiman., 2010. Pemanfaatan Bahan Pembenah Tanah Lokal dalam Upaya Peningkatan Produksi Benih bawang Merah di Lahan Pasir Pantai Kulon Progo. Disertasi. Program Pascasarjana UGM. Syukur, A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah dan Pertumbuhan Caisin di Tanah Pasir Pantai. J. Ilmu Tanah dan Lingkungan 5 1 30-38. Walter A, Silk, and U. Schur. 2000. Effect of soil pH on Growth and Cation Deposition in the Root Tip of Zea mays L. Plant growth Regul 19 1 65-76 Wiyanto, G. Ma’ruf, A. Puspaningrum, E, S. Panen Rupiah dari Ladang Jahe. 2014. Bhafana Publishing ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Sinaga Amar Ma'rufPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan tanaman jagung setelah pemberian pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2015 di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap RAL dengan kombinasi pemupukan yang terdiri atas kontrol tidak dipupuk, tanpa N PK, tanpa P NK, tanpa K NP, dan lengkap NPK. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pengamatan tanaman dilakukan pada umur 8 mst yang meliputi tinggi tanaman, klorofil, panjang akar, luas akar, volume akar, berat kering akar dan bobot kering total tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk Urea N dan Kalium K2O5 dapat meningkatkan panjang akar dan luas akar jagung sebesar 152, 32 % dan 116,12% terhadap tanaman tanpa diberi pupuk kontrol. Tinggi tanaman meningkat sebesar 6,43% setelah diberi pupuk NK terhadap tanaman kontrol. Amar Ma'rufRice has become the main staple food in Indonesia. In spite of a program for the diversification of food, demand for rice remains difficult unstoppable. The possibility of imports may continue to occur. That's why programs need to increase rice production to achieve food security without imports. The increase in domestic rice production outline is done in two ways. First, the intensification of improving farming technologies, the extension is to expand agricultural land to increase production. For the creation of food security in a sustainable manner, the need for a special state that manages the cultivation of rice at a time to be partnering with rice farmers in Indonesia. Of course, the establishment of SOEs managers also oriented to the welfare of rice farmers. Therefore, affiliated with the ministry of agriculture as a key. SOEs could be soulution to the domestic demand for rice quota fulfilled even surplus, open a lot of jobs and spur the development of new technologies in the agricultural sector, have an enormous contribution to the clarification groove rice marketing. It took long-term strategy to build a broad-scale rice plantation under the management of SOEs. Provision of land and water resources so the strategy is essential. Amar Ma'rufCik ZuliaAlhamdulillaahirobbil alamin, penyusun sampaikan sebagai rasa syukur kami karena buku ini telah terbit dan menjadi bahan bacaan yang mudah-mudahan memberi banyak manfaat. Baik bagi para akademisi, instansi, profesional, dan masyarakat umum. Legume cover crop merupakan salah satu komponen penting di perkebunan kelapa sawit. Maka, pengetahuan mengenai legume cover crop juga mesti disediakan. Mengingat memang belum begitu banyak rangkuman khusus yang membahasa mengenai Legume Cover Crop di Perkebunan Kelapa Sawit. Buku ini disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dan up to date mengenai LCC yang umumnya digunakan di perkebunan kelapa sawit, yaitu Mucuna bracteata, Calopogonium muconoides, Centrocema pubescens, Calopogonium caeruleum, dan Puearia javanica. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Baik untuk panduan budidaya LCC, maupun bahan masukan untuk menulis karya ilmiah. Kami juga sangat berterima kasih kepada para peneliti LCC, terutama yang hasil-hasil penelitiannya kami rangkum dalam buku ini. Chuck BulmerD. G. SimpsonThe response of lodgepole pine Pinus contorta Dougl. var. latifolia Engelman. seedlings to three levels of soil compaction and water content was evaluated in raised beds filled with a sandy clay loam soil. In compacted soils, seedling survival, height, root collar diameter and root growth were reduced. Soil water regime was adjusted with irrigation to levels associated with plant moisture stress near wilting point and limiting soil aeration near m3 m-3 air-filled porosity. Soil water regime affected seedling performance, with higher survival, root collar diameter and root growth observed on treatments with higher water content. Compaction had detrimental effects on growth at all levels of soil water availability. Compaction and water content had strong effects on soil mechanical resistance. Limitations to seedling growth and survival were at least partly explained through their relationships with soil water content and soil mechanical resistance, and combinations of these factors as described by the least limiting water range management practices in conserving water for arid lands are crucial in sustaining agriculture and food production. Sandy soils Typic Torrripsamments are practically important land resources in many Middle Eastern countries. In a laboratory experiment, five naturally occurring clay deposits were applied at different rates to sandy calcareous soil in order to evaluate their effect on relative swelling, infiltration and water conservation. Relative swelling index RSI, cumulative infiltration D, and advance of wetting front Z were measured in the laboratory for untreated and treated soil samples mixed with 1, 2, 3, and 5% of the clay deposits. Results indicated that addition of natural deposits significantly increased RSI. The differences in RSI values between natural deposits at any rate of application were significant and related to clay content and presence of smectite type clay. RSI values for each clay deposit fitted to the following exponential function with the application rate x RSI = aebx. Results of D indicated that increasing natural deposit rate significantly increased the time required for the wetting front to reach 40 cm. There was a significant difference between the clay deposits at 5% rate and the difference was related to the type of clay and clay content in each deposit. The presence of CaCO3, dominance of kaolinite type clay and low clay content in the deposits enhanced water movement while dominance of smectite clay and high clay content decreased D. Advance of wetting front was markedly affected by the type and the rates of clay deposit applied. Z decreased with increasing rates of clay deposits. Soil water distribution profile was characterized by three zones based on the type and the rate of applied clay deposit to the balance modelling based on Richards' equation requires accurate description of the soils' hydraulic parameters. Unfortunately, these parameters vary spatially and temporally as well as between measurement techniques. For most field modelling exercises, the hydraulic parameters are obtained from a small number of measurements or predicted from soil properties using pedo-transfer functions. The effect of different measurement techniques on the description of soil hydraulic parameters has been the subject of many studies but the effect of the variability of the hydraulic parameters on the predicted water balance has not been widely investigated. In this study we compared the hydraulic parameters obtained solely from laboratory measurements with those obtained from a rapid wet end field measurement technique, augmented by dry end laboratory data. The water balance was modelled using the laboratory and field hydraulic parameter sets and compared to field water contents measured by time domain reflectometry TDR. In a sandy soil, we found the total profile water content to be well modelled by both hydraulic parameter datasets, but the water content at a specific depth was less well predicted using either of the measured parameter sets. The water content at a specific depth was under-predicted prior to the rainfall event and over-predicted after the rainfall, regardless of whether the hydraulic parameters were obtained from laboratory or field measurements. Generally, the hydraulic parameters that were obtained from the field measurements gave a closer fit to the measured TDR water contents. The sensitivity of the modelled water balance to changes in the hydraulic parameters within the observed range of parameter values was also investigated. Parameter percentage coefficient of variation within measurement techniques ranged from 60% for air entry, he; 19% for residual water content, θr; 5% for slope of the water retention curve, n; and 7% for saturated water content, θs. The percentage differences between the parameters obtained from the laboratory and field measurement techniques for the topsoil and subsoil respectively were 47% and 50% for he, 100% for θr, 28% and 40% for n, and and for θs. Modelling water content changes at a particular depth in the sandy soil was found to be most influenced by variations in θs, and n. Predicted water contents were also affected by the θr but less influenced by the saturated hydraulic conductivity, Ks. The he was the least influential parameter but also the most variable. This suggests that measurement of θs, related to bulk density changes caused by tillage, wheel compaction, and consolidation, is required for water balance studies. Generally, n had small variability between measurements at a particular depth, which is promising for the use of pedo-transfer functions related to soil The effects of sandy soil pH on the distribution of growth velocities and on cation concentrations and deposition rates in root growth zones of Zea mays L. seedlings were investigated. The pH values of the rooting medium varied between and in sand culture 70% saturated without external supply of nutrients. At all pH values, densities in &55moles per g fresh weight of potassium, magnesium, and calcium increased toward the root tip. Lower pH in the medium increased calcium tissue density fivefold and magnesium density whereas the density of potassium, the overall elongation rate, and the growth velocity distribution did not show any significant pH dependence. Throughout the growth zone the deposition rates of the divalent cations, as calculated on the basis of the continuity equation, increased with lower pH. The data are consistent with the hypothesis that the effects of pH on the cation deposition rates are due to the increase in the divalent cation concentration of the soil solution at low pH and that the abundant uronic acid residues of the young walls of the meristem provide a reservoir of storage capacity for Ca and Mg under conditions of low nutrient Eka Tarwaca Susila. P. Pengembangan centra produksi sayuran dan buah di lahan pantai melalui hidroponik PUSTAKAYang Diamativariabel yang diamati. sumber Eka Tarwaca Susila. P. Pengembangan centra produksi sayuran dan buah di lahan pantai melalui hidroponik PUSTAKABertani di Lahan Pasir PantaiFiadini PutriPutri, Fiadini. 2011. Bertani di Lahan Pasir Pantai. BBPP Unit Percontohan Agribisnis Terpadu di Lahan Pasirpinsi daerah istimewa Yogyakarta. Pantai. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi DIY dengan Fakultas Pertanian UGM YogyakartaAnonimAnonim., 2002 Aplikasi Unit Percontohan Agribisnis Terpadu di Lahan Pasirpinsi daerah istimewa Yogyakarta. Pantai. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi DIY dengan Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. 118h.
Lahan potensial merupakan sebidang tanah yang dapat dikelola oleh manusia sehingga memberikan hasil yang tinggi dengan biaya pengelolaan yang minim. Dalam arti sempit, lahan potensial merupakan lahan pertanian yang produktif. Secara geografis, letak lahan potensial bervariasi. Bisa berada di dataran rendah, dataran tinggi, pantai, bahkan daerah hanya untuk pertanian, lahan potensial juga dapat dimanfaatkan untuk perkebunan, pemukiman, hutan, atau kegiatan lainnya yang bernilai ekonomi. Lahan potensial merupakan modal dasar dalam upaya peningkatan kesejahteraan hidup manusia. Tentu dengan catatan bahwa lahan ini digarap dengan bijaksana, bukan dengan lahan potensial sesuai letak geografisnya, antara lain1. Pemanfaatan lahan di daerah dataran rendahPengertian dataran rendah merupakan daerah yang lahan potensialnya cukup mudah dimanfaatkan untuk kegiatan yang bernilai ekonomi. Pemanfaatan lahan potensial di daerah dataran rendah antara lain untukLahan kering atau tegalan, ini bisa untuk ditanami berbagai tanaman kebun seperti sayur mayur, jagung, palawija, bumbu dapur dan irigasi, untuk ditanami padi, gandum, atau tanaman sejenisnya. Tentu sebagai sawah irigasi perlu untuk memikirkan sumber airnya. Salah satu yang mempengaruhi besar kecilnya biaya pengelolaan dan berhasil tidaknya lahan potensial dimanfaatkan adalah tergantung dari sumber air di sekitar sawah irigasi. Namun, perlu diingat bahwa air yang menggenang terlalu lama untuk lahan ini juga tidak akan berdampak positif dalam pemanfaatan lahan. Genangan air dapat menghanyutkan humus-humus tanah dan juga membuat tanaman pada sawah jenis ini menjadi cepat busuk sebelum masa panen ditanami tanaman-tanaman kebun seperti tebu, kelapa sawit, buah-buahan, dan sebagainya. Tentu, memanfaatkan lahan untuk perkebunan, biaya pengelolaannya cukup besar dibanding pengelolaan jenis lainnya. Lahannya pun cukup besar untuk dapat digunakan sebagai perkebunan. Namun, hasilnya pun bernilai ekonomi cukup dataran rendah merupakan lahan potensial paling mudah dalam penggarapan dan pemanfaatannya dengan biaya yang cukup minim. Peternakan bisa menjadi salah satu pilihan untuk menggarap lahan potensial di dataran rendah. Unggas, kambing, sapi, kerbau, merupakan beberapa pilihan hewan yang mudah untuk dipelihara guna pemanfaatan lahan Pemanfaatan lahan di daerah pegununganPemanfaatan lahan pada dataran tinggi di Indonesia atau pegunungan memang gampang-gampang sulit. Namun, beberapa hal yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam pemanfaatan lahan di daerah pegunungan antara lainPerkebunan, perlu untuk memilih tanaman yang cocok ditanam di daerah dingin untuk dapat memaksimalkan lahan potensial yang ada. Kina, teh, kopi, dan mayoritas jenis sayuran cocok untuk ditanam di daerah yang memiliki kelembapan udara yang cukup tinggi. Tanaman hortikultura dapat menjadi solusi cukup baik dalam pemanfaatan lahan ini tentu perlu mengingat untuk menyesuaikan hewan yang akan diternak sesuai dengan iklim lindung, selain guna menjaga sumber air, hutan lindung juga dapat berfungsi sebagai hutan wisata. 3. Pemanfaatan lahan di daerah pantaiIndonesia memiliki garis pantai yang paling panjang diantara negara lainnya. Penting untuk mengetahui pemanfaatan lahan di daerah pantai untuk dapat memanfaatkan lahan-lahan potensialnya. Pemanfaatan lahan di daerah pantai antara lain dapat digunakan untukIndustri garamPada industri garam dibutuhkan panas matahari yang cukup karena industri garam tentu sangat membutuhkan panas matahari untuk proses pengristalan air laut. Intensitas hujan yang cukup tinggi di negara kita menjadi salah satu kendala pemanfaatan lahan melalui industri garam membutuhkan sarana-prasarana yang menunjang. Apalagi jika ini tak hanya dimanfaatkan sebagai pelabuhan kapal nelayan setempat, namun juga pelabuhan antar daerah bahkan nasional. Sarana dan prasarana penunjang baik di pelabuhan sendiri atau sekitar pelabuhan juga harus persawahan pasang surutSawah jenis ini tergantung dari pasang surut air laut. Namun, terkadang laut pasang surut luput dari prediksi kita. Nah, kita dapat membuat pintu pengatur keluar masuknya air laut guna lebih mengoptimalkan hasil dari pemanfaatan lahan jenis udang dan bandengLagi-lagi, pasang surut air laut menjadi kendala besar dalam pemanfaatan lahan. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian cukup, tentu kerugian secara ekonomis tak bisa terelakkan. Pintu pengatur keluar masuknya air laut juga dapat dimanfaatkan untuk pemanfaatan lahan lewat tambak udang ini untuk menjaga kadar keasaman pH air satu kendala dalam pemanfaatan lahan potensial area pantai dengan pariwisata yakni terkait dengan transportasi. Kemudahan transportasi menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik dalam maupun luar Lahan PotensialTak cukup hanya mengetahui pemanfaatan lahan potensial. Lahan potensial juga perlu untuk dilestarikan, bukan? Berikut beberapa cara pelestarian lahan potensial, antara laina. Terasering sengkedan untuk tanah-tanah Penggiliran menanam dengan jenis tanaman yang berbeda crop rotation. Ini berguna untuk mempertahankan kontur tanah dan menjaga agar tanah tetap subur serta tidak Penanaman dengan sistem kontur contour farmingd. Pemupukan dengan meminimalisir jenis pupuk kimia. Karena bahan kimia jika digunakan dalam jangka waktu tertentu justru dapat merusak Sistem irigasi yang baikf. Melakukan pengolahan tanah untuk menjaga kesuburan tanah yang digarapg. Usaha mengurangi erosi tanah dengan cara mekanis dan cara vegetatif
Setiap tahunnya, luas lahan kritis di Indonesia semakin bertambah. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor baik faktor alam maupun faktor manusia. Tentu perlu cara mengatasi lahan kritis di Indonesia agar tetap lestari dan juga memperluas lahan-lahan kita sebagai manusia pun dapat mengambil manfaat dari penggarapan lahan garapan potensial, baik secara langsung maupun tidak Lahan Kritis Berdasarkan Letak Geografis1. Lahan kritis di daerah dataran rendahBiasanya penyebab utama lahan kritis di dataran rendah akibat dari genangan air yang terus menerus sehingga mineral dan ciri-ciri tanah humus yang terdapat pada lapisan teratas dari lahan terendap dan tertutupi oleh material lain. Endapan semacam ini disebut sebagai sedimentasi tanah. Genangan air biasanya terjadi saat hujan lebat sehingga tanah yang lebih rendah menjadi menggenang dan banjir. Beberapa daerah dataran rendah di indonesia yang sering dijumpai lahan kritis antara lain wilayah Demak Jawa Tengah, Tuban, Bojonegoro, Gresik, dan Lamongan Jawa Timur.2. Lahan kritis di kawasan pegununganKawasan pegunungan atau dataran tinggi memiliki udara yang masih bersih, kaya oksigen, dan lebih segar. Namun, ada masalah lain yang mengintai daerah pegunungan sehingga dapat menyebabkan lahan kritis. Penyebab tanah longsor, erosi, banyaknya batuan padas keras di lapisan tanah bagian atas, menjadi salah satu penyebab lahan kritis di wilayah ini. Lahan kritis di wilayah pegunungan di Indonesia dapat dijumpai di kawasan pegunungan Kendeng Jawa Timur, dan sekitar Ciremai Jawa Barat.3. Lahan kritis di kawasan pantaiAbrasi dan erosi yang kuat yaitu pengikisan pantai oleh gelombang laut bisa menjadi penyebab lahan kritis di kawasan pantai. Karena abrasi akan menyebabkan lapisan sedimen akan hancur dan lenyap. Hal ini biasanya terjadi pada muara sungai dengan pantai terbuka yang memiliki gelombang laut cukup besar. Di Indonesia, lahan kritis di wilayah pantai bisa dilihat pada muara sungai Cimanuk Jawa Barat dan muara sungai Kulon Progo Yogyakarta.Cara Mengatasi Lahan Kritis dan MenanggulangiDengan memetakan lahan kritis per wilayah, tentu akan mempermudah kita untuk mengetahui cara yang tepat mengatasi lahan kritis atau rehabilitasi lahan. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk rehabilitasi lahan denganPelibatan pemerintah, masyarakat, dan korporatMasyarakat secara umum dan korporasi, baik secara langsung maupun tidak, bisa mempengaruhi produktivitas lahan. Perlu adanya edukasi pada masyarakat secara luas dan instansi-instansi terkait dengan gaya hidup yang ramah lingkungan. Kurangnya pemahaman terkait dengan kelangsungan lahan dalam jangka waktu lama dapat memperparah kondisi kritis lahan sisi pemerintah, tentu perlu kebijakan yang mengikat terkait dengan alih fungsi lahan dan kelestarian alam. Pemerintah bertangungjawab penuh untuk mensosialisasikan kebijakannya terkait dengan penanggulangan lahan kritis dan menjaga keberlangsungan lahan produktif. Dan juga, perlu sanksi tegas untuk masyakarat dan korporat terkait dengan penebangan pohon secara serampangan atau keanekaragaman hayatiMenanami lahan dengan berbagai jenis tanaman yang berbeda merupakan salah satu upaya menanggulangi lahan menjadi kritis. Aneka ragam tanaman yang ditanam berdampingan atau disebut dengan teknik tumpang sari dapat membantu menjaga kandungan unsur hara dalam tanah. Ini dikarenakan masing-masing tanaman membutuhkan air dan unsur hara yang penghijauanReboisasi perlu digalakan guna mengatasi lahan kritis. Jenis tanaman yang dapat dipilih guna rehabilitasi lahan kritis bisa mempertimbangkan hal-hal seperti tanaman yang memiliki akar tunjang yang kuat dan dalam, membutuhkan sedikit air, tidak terlalu membutuhkan unsur hara dalam tanah, serta merupakan tanaman endemik di sengkedan/teraseringPembentukan tanah seperti tangga atau pengertian terasering dapat mengurangi laju air yang mengalir dari dataran yang lebih tinggi. Sehingga unsur-unsur hara pada tanah tidak mudah longsor dan tertimbun dengan lapisan tanah yang fungsi DASPengembalian fungsi DAS merupakan salah satu upaya memperbaiki area resapan air. Ekosistem sungai yang sangat strategis seperti suplai air, menanggulangi banjir, menanggulangi kekeringan, jalur hijau, dan sebagainya. Kesadaran masyarakat perlu dibangun untuk mengembalikan fungsi DAS. Penting adanya restorasi aliran sungai sehingga masyarakat dapat memanfaatkan sungai secara pertambanganDaerah pertambahan merupakan area yang paling banyak menyumbang lahan kritis. Tambang mineral seperti batu bara, emas, gas alam, dan mineral lainnya biasanya berada pada lapisan tanah yang cukup dalam. Penambang akan mengeruk tanah hingga menemukan mineral untuk ditambang. Sehingga lapisan tanah bagian atasnya pun akan ambles. Jika jenis – jenis barang tambang sudah habis, lahan ditinggalkan begitu sebab itu, penting untuk melakukan penghijauan kembali area bekas tambang. Pemerintah juga perlu tegas dan tidak sembarangan memberikan ijin untuk pupuk organikBahan kimia dalam pupuk kimia menjadi salah satu faktor penyebab lahan menjadi kritis. Ini karena unsur kimianya dapat bertahan hingga bertahun-tahun dalam tanah. Pemilihan pupuk organik berfungsi untuk menggemburkan tanah dan membuat lahan tetap produktif. Pupuk organik yang terbuat dari bahan alami yang berasal dari tanaman dan hewan dapat memberikan unsur hara bagi tanaman sekaligus memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah dengan cara alamiSalah satunya bisa menggunakan metode pemulsaan mulching yaitu menutupi permukaan tanah dengan sisa-sisa tanaman. Biasanya tanaman yang digunakan untuk metode ini adalah jerami. Jadi setelah panen, jerami tak perlu dibakar tapi bisa ditimbun untuk menutupi permukaan tanah. Pembakaran jerami justru membunuh hewan-hewan kecil yang berguna bagi jerami, tanaman Azolla juga bisa digunakan untuk menggemburkan tanah. Tanaman Azolla merupakan tanaman paku air yang hidupnya bersimbiosis mutualisme dengan ganggang hijau biru Anabaena azollae. Tanaman ini bisa memfiksasi nitrogen N₂ yang sangat cocok untuk pupuk organik dengan cara disebar atau dibenamkan dalam enceng gondokEnceng gondok dapat meminimalisir pencemaran udara dan air. Enceng gondok dapat menyerap logam berat yang terkandung dalam limbah demikian penjelasan cara mengatasi lahan kritis. mari kita jaga lingkungan kita masing-masing khususnya untuk turut serta menjaga lahan-lahan produktif. Tentu, kita perlu untuk turut andil dengan melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga kelestarian alam.
jelaskan cara memanfaatkan lahan di daerah pantai